Kamis, 20 November 2014

Solusi Kenaikan Harga BBM: “Bioetanol Bensin Dari Tanaman”

http://sure-indonesia.com/sure/4dm1n/js/kcfinder/upload/images/Solution/bio-ethanol-brosur-draft-08-1.jpg

Harga minyak dunia yang melambung, sudah lama diprediksi. Logikanya, minyak bumi (fossil fuel) adalah bahan bakar yang tak dapat diperbaharui. Cepat atau lambat, minyak dunia akan habis. Saat ini, harga minyak memang sedang booming karena kebutuhan negara-negara industri baru. Ke depan, jika negara-negara di dunia tak segera mengantisipasi kelangkaan fossil fuel, harga minyak akan naik tinggi. Tapi sebaliknya, jika negara-negara di dunia menyiapkan antisipasinya sejak sekarang, niscaya harga minyak tak akan naik lagi, bahkan bisa turun. Mengapa? Karena dunia nantinya bisa mencari pengganti minyak fosil yang aman, murah, dan mudah diproduksi oleh siapa pun. Saat ini, industri minyak hanya dipegang oleh para pemodal besar. Seiring dengan menipisnya cadangan energi BBM, jagung menjadi alternatif yang penting sebagai bahan baku pembuatan ethanol (bahan pencampur BBM). Karenanya, kebutuhan terhadap komoditas ini pada masa mendatang diperkirakan mengalami peningkatan yang signifikan. Bioetanol (C2H5OH) adalah cairan biokimia dari proses fermentasi gula dari sumber karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme. Produk bioetanol yang memenuhi standar, hampir bisa dikatakan tidak mempunyai efek samping yang merugikan selama dipakai memenuhi kriteria.

Pemanfaatan Bioetanol
  • Sebagai bahan bakar substitusi BBM pada motor berbahan bakar bensin; digunakan dalam bentuk neat 100% (B100) atau dicampur dengan premium (EXX).
  • Gasohol* s.d E10 bisa digunakan langsung pada mobil bensin biasa (tanpa mengharuskan mesin dimodifikasi).
Keterangan : *Gasohol campuran bioetanol kering/absolut terdena-turasi dan bensin pada kadar alkohol s/d sekitar 22 %-volume. Istilah bioetanol identik dengan bahan bakar murni.

 Manfaat Bioetanol
  • Motor atau mobil yang menggunakan bahan bakar campuran bioetanol kerja mesinnya lebih bagus. Bisa membuat kendaraan sanggup menempuh jarak lebih jauh. Syaratnya, bioetanol yang digunakan sebagai campuran harus murni 99,5%. Artinya, nyaris tak tercampur zat lain. Pernah dilakukan uji coba pada dua buah motor. Satu motor diisi 1 liter bensin campur bioetanol, motor yang satunya diisi 1 liter bensin murni. Motor dengan bensin campur bioetanol meampu menempuh jarak 47 km, motor bensin murni 40 km.
  • Gas buang bioetanol lebih sedikit polusinya. Itu karena gas buang bioetanol melepas karbondioksida lebih banyak dari pada karbonmonoksida. Karbondioksida adalah zat yang diperlukan tumbuhan untuk memasak makanan. Sebaliknya, gas buang bensin banyak mengandung karbonmonoksida yang merugikan kesehatan makhluk hidup.
  • Pencampuran bioetanol juga bisa menghemat penggunaan bensin. Dalam setahun, kita bisa menghemat bensin sebanyak 1,5 juta kiloliter. Kalau diuangkan, itu setara dengan Rp 8.170.000.000.000,00.
  • Pembakarannya lebih sempurna. Asapnya pun lebih ramah lingkungan dan tanaman ini dikenal gampang hidup. Tinggal tancap batangnya di tanah basah, ketela pohon (Manihot utilissima atau Manihot esculenta) niscaya tumbuh.

Teknologi Pengolahan Bioetanol

Secara umum, produksi bioethanol ini mencakup 3 (tiga) rangkaian proses, yaitu:  

I. Persiapan Bahan Baku

Bahan baku untuk produksi biethanol bisa didapatkan dari berbagai tanaman, baik yang secara langsung menghasilkan gula sederhana semisal tebu atau yang menghasilkan tepung seperti jagung, singkong dan gandum disamping bahan lainnya. Pembuatan bioetanol melibatkan proses fermentasi yang menghasilkan etanol dan limbah organik. Selama proses pengolahan limbah memenuhi kriteria yang telah ditentukan, tidak ada dampak lingkungan yang akan tercemari. Persiapan bahan baku beragam bergantung pada bahan bakunya, tetapi secara umum terbagi menjadi beberapa proses, yaitu :
  • Tebu dan Gandum manis harus digiling untuk mengektrak gula
  • Tepung dan material selulosa harus dihancurkan untuk memecahkan susunan tepungnya agar bisa berinteraksi dengan air secara baik
  • Pemasakan, Tepung dikonversi menjadi gula melalui proses pemecahan menjadi gula kompleks (liquefaction) dan sakarifikasi (Saccharification) dengan penambahan air, enzyme serta panas (enzim hidrolisis). Pemilihan jenis enzim sangat bergantung terhadap supplier untuk menentukan pengontrolan proses pemasakan.
Tahap Liquefaction memerlukan penanganan sebagai berikut :
  1. Pencampuran dengan air secara merata hingga menjadi bubur
  2. Pengaturan pH agar sesuai dengan kondisi kerja enzim
  3. Penambahan enzim (alpha-amilase) dengan perbandingan yang tepat
  4. Pemanasan bubur hingga kisaran 80 sd 90 C, dimana tepung-tepung yang bebas akan mengalami gelatinasi (mengental seperti Jelly) seiring dengan kenaikan suhu, sampai suhu optimum enzim bekerja memecahkan struktur tepung secara kimiawi menjadi gula komplek (dextrin). Proses Liquefaction selesai ditandai dengan parameter dimana bubur yang diproses menjadi lebih cair seperti sup.
Tahap sakarifikasi (pemecahan gula kompleks menjadi gula sederhana) melibatkan proses sebagai berikut :
  1. Pendinginan bubur sampai suhu optimum enzim sakarifikasi bekerja
  2. Pengaturan pH optimum enzim
  3. Penambahan enzim (glukoamilase) secara tepat
  4. Mempertahankan pH dan temperature pada rentang 50 sd 60 C sampai proses sakarifikasi selesai (dilakukan dengan pengetesan gula sederhana yang dihasilkan)
II. Fermentasi
  1. Pada tahap ini, tepung telah sampai pada titik telah berubah menjadi gula sederhana (glukosa dan sebagian fruktosa) dimana proses selanjutnya melibatkan penambahan enzim yang diletakkan pada ragi (yeast) agar dapat bekerja pada suhu optimum. Proses fermentasi ini akan menghasilkan etanol dan CO2.
  2. Bubur kemudian dialirkan kedalam tangki fermentasi dan didinginkan pada suhu optimum kisaran 27 sd 32 C, dan membutuhkan ketelitian agar tidak terkontaminasi oleh mikroba lainnya. Karena itu keseluruhan rangkaian proses dari liquefaction, sakarifikasi dan fermentasi haruslah dilakukan pada kondisi bebas kontaminan.
  3. Selanjutnya ragi akan menghasilkan ethanol sampai kandungan etanol dalam tangki mencapai 8 sd 12 % (biasa disebut dengan cairan beer), dan selanjutnya ragi tersebut akan menjadi tidak aktif, karena kelebihan etanol akan berakibat racun bagi ragi.
  4. Dan tahap selanjutnya yang dilakukan adalah destilasi, namun sebelum destilasi perlu dilakukan pemisahan padatan-cairan, untuk menghindari terjadinya clogging selama proses distilasi.
III. Pemurnian / Distilasi

Distilasi dilakukan untuk memisahkan etanol dari beer (sebagian besar adalah air dan etanol). Titik didih etanol murni adalah 78 C sedangkan air adalah 100 C (Kondisi standar). Dengan memanaskan larutan pada suhu rentang 78 - 100 C akan mengakibatkan sebagian besar etanol menguap, dan melalui unit kondensasi akan bisa dihasilkan etanol dengan konsentrasi 95 % volume. Semakin murni etanol, semakin bagus untuk mesin. Harga jualnya pun lebih tinggi.

http://arjuna.ristek.go.id/file/gallery/2012/04/bioetanol.png  

Produksi Masih Terbatas

Namun, sampai saat ini, bioetanol belum bisa menggantikan bensin secara penuh. Pertama, perlu biaya yang sangat besar untuk memproduksi bioetanol dalam jumlah yang sangat banyak. Kedua, kiat belum punya pabrik besar yang khusus memproduksi bioetanol. Kita membutuhkan tidak kurang dari 30.833.000 liter bioetanol sebulan. Sampai saat ini, kita baru bisa memproduksi sekitar 137.000 liter perbulan. Itu karena selama ini bioetanol masih dibuat di rumah-rumah. Itulah kenapa, selama ini peran bioetanol masih sebagai campuran bensin. Tujuannya untuk lebih menghemat penggunaan bensin. Kita sungguh beruntung hidup di negeri sekaya Indonesia. Kita kaya minyak bumi, sekaligus kaya tanaman penghasil minyak (bensin). Jika bisa memanfaatkannya, kita mungkin bisa menjadi Negara paling kaya di dunia!

Semoga bermanfa'at.


sumber: http://sarwendahs.blogspot.com/2012/04/bioetanol-bensin-dari-tanaman.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar