Senin, 10 Juni 2013

Selayang pandang menjenguk Ustadz Luthfi Hasan Ishaaq

"Dakwah ini adalah jalan yang penuh onak dan duri, sehingga ketika kita tidak mendapatkan rintangan atau berjalan begitu saja maka perlu dievaluasi. Dengan kejadian ini terbukti semua kader baru tersadarkan bahwa ternyata banyak orang yang terusik dengan dakwah kita." (Ust. Luthfi Hasan Ishaaq)

Jam sembilan tepat di pagi hari ini kami bersembilan sampai di kantor KPK. Bukan untuk diperiksa sebagai saksi apalagi sebagai tersangka tetapi untuk meminta ijin dari KPK agar diperbolehkan menjenguk qiyadah yang kami cintai Ustadz Luthfi Hasan Ishaaq (LHI). Tidak lama setelah mengisi formulir daftar anggota rombongan yang akan menjenguk, setiap anggota rombongan dipanggil untuk dibubuhkan stempel pada setiap tangan kanan anggota rombongan tersebut. Tidak lama setelah itu receptionist memberikan 2 (dua) lembar surat pengantar untuk diberikan kepada petugas penjaga rutan Guntur, Manggarai, Jakarta Selatan.

Tiba di markas Polisi Militer (POM) Guntur, yang tak jauh dari Pasar Rumput sekitar pukul 09.40, setiap anggota rombongan diminta untuk menyerahkan Kartu Tanda Identitas Diri (KTP) kemudian ditukar dengan Kartu Tamu Rutan Guntur. Semua pengunjung tidak diperbolehkan membawa telepon genggam (HP) tidak tahu maksudnya apa, tetapi menurut seorang ikhwah, itu agar anggota rombongan tidak bisa mengabadikan kondisi/situasi di dalam komplek rutan. HP kami kumpulkan dan disimpan di dalam mobil. Selanjutnya kami berjalan masuk kedalam rutan, tidak lama kemudian ada pemeriksaan ke dua yang juga menanyakan HP, kami semua sudah tidak membawa HP lagi. Setelah sedikit bertanya jawab dengan petugas, ternyata petugas tersebut sudah mengenali LHI dengan sebutan pak Kyai.
"Oh... mau menjenguk pak Kyai, silahkan pak lewat sini." demikian sahut petugas tersebut dengan ramah..

Melalui sebuah jalan kecil berbelok ke kanan dan ke kiri akhirnya sampailah di sebuah pelataran yang tidak begitu luas di alam terbuka di bawah sebuah pohon mangga. Sudah banyak orang yang hadir di situ, ada yang mengenakan seragam tahanan KPK ada juga yang tidak. Kami memperhatikan sesosok orang yang sedang duduk di bawah pohon mangga dari belakang yang sepertinya sudah kami kenal. Setelah mendekat beliau menoleh oh... ternyata beliau adalah LHI.

Ustadz Luthfi segera berdiri, bersiap menyambut kami dengan ramah, semua anggota rombongan disalami dan dipeluk satu persatu dengan penuh kehangatan seperti sahabat lama yang baru berjumpa, keharuan merasuk menyelimuti dada, tiada terasa air mata meleleh membasahi pipi. Rasanya bagaikan mimpi bisa bertemu, bersalaman dan berpelukan dengan seorang qiyadah yang telah dipercaya untuk memimpin dakwah ini, walaupun kini sudah menjadi mantan presiden partai dakwah namun ketulusan, keistiqomahan dan kesetiaan dalam dakwah ini masih terlihat jelas pada sikap dan tutur katanya.

Senyumnya tetap mengembang, sama persis dengan yang kerap kita saksikan di layar kaca. Tiada yang berubah, kecuali berat badan beliau.

"Dulu berat badan saya 92 kg, padahal makan hanya dua kali, kadang satu kali sehari tetapi banyak ngemil, karena banyak tamu yang datang siang dan malam banyak yang membawa makanan. Tetapi kini berat badan saya menjadi 78 kg, turun 14 kg selama tinggal di rutan ini. Anak saya berpesan agar berat badan saya yang 78 kg ini tetap dipertahankan." demikian beliau mengawali pembicaraan.

"Dulu saya tidak sempat membaca buku. Bila ingin mengetahui isi sebuah buku saya meminta sekretaris untuk membuat ringkasannya, tetapi kini saya bisa membacanya dari halaman pertama sampai halaman akhir. Banyak waktu luang, semua buku-buku yang diberikan ikhwah saya baca." lanjut ustadz Luthfi.

Ustadz Luthfi menjelaskan mengenai harta kekayaan yang di sita KPK, ternyata sebagian besar bukan milik beliau, hanya satu rumah yang dia beli dengan sistim kredit, itupun baru setahun mencicil.

"Jalan dakwah ini bukan jalan yang mulus seperti jalan tol, bukan pula jalan yang di atasnya dihamparkan permadani merah, namun ia adalah jalan yang penuh dengan onak dan duri, sehingga ketika kita tidak mendapatkan rintangan atau halangan maka perlu dievaluasi. Apakah jalan dakwah kita ini sudah berada di
jalan yang benar? Dengan kejadian ini terbukti semua kader baru tersadarkan bahwa ternyata banyak orang yang terusik dengan dakwah kita ini." demikian tutur ustadz Luthfi dengan suaranya yang tenang penuh keikhlasan dan kejujuran.

"Allah mempunyai skenario yang mungkin tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Ketika Nabi Musa AS menapaki jalan dakwah, beliau dipisahkan dari keluarganya, ketika Nabi Yusuf AS berada di jalan dakwah, beliau juga dipisahkan dari keluarganya, begitu juga Nabi Muhammad Rasulullah SAW, beliau dipisahkan dari Ayahnya ketika masih dalam kandungan ibunya, kemudian Allah pisahkan beliau dari ibunya ketika masih kecil, kemudian beliau dipisahkan dari kakeknya dan yang terakhir beliau dipisahkan dari pamannya yang sangat mencintai dan melindungi dakwah beliau. Ini artinya bahwa Allah SWT menghendaki agar hamba-hamba yang dicintai dan diridloiNya di jalan dakwah hanya bergantung dan berharap kepada Allah SWT semata." demikian lanjutnya.

"Di dalam sistim tarbiyah kita ada yang namanya mabit, rihlah dan mukhoyyam. Hal itu adalah sebuah wujud bagaimana kita bisa memisahkan diri dari hiruk pikuk kehidupan sehari-hari, memisahkan diri dari anak, istri dan pekerjaan, berkumpul dengan orang-orang sholeh, berkumpul dengan orang-orang yang seaqidah sehingga potensi yang tersebar kesegenap penjuru itu dipersempit yang akhirnya akan menjulang ke langit menuju kepada keridloan Allah SWT. Namun demikian tidak melulu seperti itu, kita membutuhkan keseimbangan antara kebutuhan ruhiyyah, fikriyah dan jasadiyah."

Demikian beberapa cuplikan yang sempat kami ingat, akhirnya tiada terasa waktu sudah menunjukkan kurang lebih pukul 11 siang. Ustadz Luthfi mengakhiri taushiahnya yang sangat menyentuh, memberikan motivasi, menambahkan semangat dakwah di jalanNya dengan tenang dan penuh kerendahan hati serta klarifikasi atas kasus yang kini tengan melilitnya.

Beliau bergeser dari tempat berdirinya, berjalan menghampiri kami, menyalami dan memeluk kami satu persatu dan rasa harupun merebak kembali di dalam dada.

Yang terakhir beliau menitipkan salam untuk ikhwah di Bekasi Timur.


Wallahu 'alamu bishowab.

Rutan Guntur 10 Juni 2013
by Edi Sujono

Tidak ada komentar:

Posting Komentar